Sitaram menuturkan pengalaman unik dan menggugah yang sering dialaminya bersama istrinya. Setiap kali akan ada serangan ular, mereka berdua memiliki firasat yang sama melalui mimpi, tepatnya dua hari sebelum kejadian tersebut.
Pengalaman ini membuatnya lebih waspada dan selalu bersiaga. Dengan cara yang unik, Sitaram tak pernah memilih untuk pergi ke rumah sakit setiap kali dia digigit ular, melainkan lebih memilih cara tradisional sebagai perawatan alternatif.
Mimpi Sebagai Pertanda: Keterkaitan Antara Alam dan Manusia
Banyak budaya di berbagai belahan dunia meyakini bahwa mimpi dapat berfungsi sebagai pertanda. Dalam hal ini, Sitaram dan istrinya tampaknya memiliki keterkaitan yang kuat dengan alam sekitar yang membuat mereka sensitif terhadap tanda-tanda tersebut.
Menariknya, peristiwa mimpi ini menjadi bentuk dari komunikasi tak langsung dari lingkungan sekitar kepada mereka. Dianjurkan untuk memanfaatkan tanda-tanda ini sebagai bagian dari kewaspadaan sehari-hari agar dapat mengambil langkah preventif jika diperlukan.
Setiap orang mungkin memiliki cara berbeda dalam menafsirkan mimpi. Namun, bagi Sitaram, ini sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-harinya dan dianggap sangat penting.
Perawatan Tradisional: Abu Suci di Kuil Desa
Saat Sitaram mengalami gigitan ular, dia lebih memilih untuk tidak rutin ke rumah sakit. Sebagai gantinya, dia menggunakan metode perawatan tradisional yang dinilai lebih dekat dengan kepercayaannya, yaitu dengan meniupkan abu suci dari kuil desa.
Praktik ini bukan hanya sekadar tradisi, melainkan juga merupakan sarana spiritual bagi Sitaram dan keluarganya. Mereka meyakini bahwa dengan melakukan ritual tersebut, daya magis dari abu suci bisa memberikan perlindungan dan kesembuhan.
Pembagian perawatan medis modern dan tradisional seringkali menimbulkan perdebatan. Namun, Sitaram membuktikan bahwa pendekatan personal terhadap kesehatan seringkali diwarnai dengan kepercayaan dan praktik budaya yang telah lama diyakini.
Dampak Sosial: Julukan “Pria yang Digigit Ular”
Tidak hanya memberikan dampak pribadi dalam kehidupannya, pengalaman Sitaram juga menorehkan jejak sosial di lingkungan sekitarnya. Warga desa mulai memanggilnya dengan panggilan “pria yang digigit ular” yang menunjukkan bagaimana sikap masyarakat terhadapnya.
Julukan ini mengindikasikan bahwa Sitaram telah menjadi figur yang dianggap unik dalam komunitasnya. Ia tidak hanya dikenal karena pengalaman tersendiri, tetapi juga dianggap sebagai sosok yang memiliki pengetahuan tersendiri mengenai kehilangan kesadaran jika tersengat ular.
Julukan tersebut juga dapat menjadi lambang peringatan bagi warga desa lainnya untuk meningkatkan kewaspadaan. Sitaram, dalam konteks ini, secara tidak langsung berfungsi sebagai edukator bagi daerah sekitarnya tentang ancaman ular dan cara penanganannya secara tepat.












