Keputusan hakim tunggal di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan baru-baru ini mengejutkan banyak pihak, terutama Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD). Mereka merasa sangat kecewa dengan penolakan permohonan praperadilan yang diajukan oleh Delpedro Marhaen dan tiga tersangka lainnya, yang diduga terlibat dalam kasus penghasutan.
Kuasa hukum Delpedro, Al Ayyubi Harahap, menyatakan bahwa situasi ini mencerminkan hilangnya ruang bagi kelompok-kelompok kritis di Indonesia. Rasa kecewa ini diungkapkan sesaat setelah hakim mengeluarkan putusan, dengan harapan suara-suara yang menuntut perubahan masih bisa didengar oleh sistem peradilan.
Ayyubi menekankan bahwa keputusan tersebut menunjukkan ketidakadilan yang mendalam, terutama bagi mereka yang berupaya menyuarakan kondisi sosial dan politis di negara ini. Di mata mereka, Delpedro dan rekan-rekannya adalah korban dari dinamika politik yang lebih besar, bukan pelaku kejahatan.
Kronologi Kasus dan Penahanan Tersangka
Kasus yang melibatkan Delpedro dan tiga tersangka lainnya sudah berlangsung cukup lama, dimulai dari demonstrasi yang berujung kericuhan pada bulan Agustus lalu. Secara garis besar, mereka dituduh terlibat dalam tindakan penghasutan, yang menuai banyak reaksi dari masyarakat.
Delpedro dan rekan-rekannya ditangkap dalam situasi yang dinilai banyak pihak tidak proporsional. Ayyubi berpendapat bahwa penahanan mereka lebih kepada mencari kambing hitam untuk menutupi kesalahan yang mungkin dilakukan oleh pihak lain dalam penanganan kerusuhan tersebut.
Yubbi menegaskan bahwa tidak ada bukti konkret yang menunjukkan keterlibatan mereka dalam penghasutan. Bahkan, menurutnya, tindakan kepolisian dalam menangani kasus ini sama sekali tidak mencerminkan keadilan yang seharusnya dijunjung tinggi oleh negara hukum.
Pertimbangan Hakim yang Dipertanyakan
Putusan hakim yang menolak permohonan praperadilan mengundang berbagai pertanyaan, terutama mengenai dasar hukum yang digunakan. Ayyubi menyayangkan bahwa hakim tidak mempertimbangkan ketentuan dari Mahkamah Konstitusi yang mengharuskan pemanggilan saksi sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka.
Dalam pandangan Ayyubi, keputusan tersebut sangat merugikan karena tidak memperhatikan prosedur hukum yang benar. Ia mencermati bahwa proses pengambilan keputusan hakim tampak hanya fokus pada keberadaan dua alat bukti, tanpa melibatkan langkah-langkah hukum lainnya yang lebih mendasar.
Argumen tersebut semakin menguatkan pandangan bahwa hak asasi manusia dan asas keadilan sering kali terabaikan dalam proses hukum di Indonesia. Ini menjadi sorotan penting dalam menghasilkan kebijakan hukum yang lebih afirmatif bagi kelompok-kelompok yang terpinggirkan.
Dampak Sosial dan Politik dari Kasus Ini
Situasi ini menciptakan kekhawatiran luas di kalangan aktivis pro-demokrasi. Mereka mulai merasakan bahwa negara semakin represif terhadap suara-suara kritis yang menginginkan perbaikan sosial. Ayyubi menegaskan bahwa penolakan ini mencerminkan ketidakmampuan sistem hukum untuk melindungi hak-hak individu.
Dalam konteks yang lebih luas, kasus ini bisa menjadi sinyal bahwa demokrasi di Indonesia sedang terancam. Kenyataan bahwa sejumlah aktivis ditangkap atas tuduhan yang dianggap tidak berdasar menandakan perlunya evaluasi mendalam terhadap komitmen negara terhadap prinsip-prinsip demokrasi.
Kekhawatiran tersebut tidak hanya dirasakan oleh aktivis, tetapi juga oleh masyarakat yang meyakini bahwa kritik terhadap pemerintah adalah bagian integral dari proses demokrasi. Tanpa adanya ruang bagi oposisi, potensi terjadi pengabaian terhadap kebijakan publik yang tidak sesuai untuk masyarakat akan semakin besar.
Langkah Selanjutnya dalam Proses Hukum
Setelah penolakan permohonan praperadilan, langkah selanjutnya jatuh kepada Polda Metro Jaya. Mereka diharapkan menyelesaikan penanganan kasus ini agar dapat dilanjutkan ke pengadilan dengan dasar hukum yang jelas dan adil.
Namun, banyak pihak merasa skeptis terhadap kemampuan sistem hukum dalam menegakkan keadilan. Ayyubi dan timnya berkomitmen untuk terus mengawal proses hukum ini, dengan harapan agar hak-hak klien mereka tidak diabaikan.
Bahkan, mereka berupaya untuk menggali lebih dalam dan mengeksplorasi semua kemungkinan hukum yang tersedia demi kepentingan Delpedro dan rekan-rekannya. Langkah ini diharapkan dapat memberikan efek positif bagi upaya memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi hukum di Indonesia.












