Keberadaan Museum Keraton Surakarta saat ini tengah menjadi sorotan setelah insiden pengusiran pegawai dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X. Peristiwa ini terjadi saat sejumlah pegawai melakukan tugasnya, dan menandakan adanya konflik internal dalam pengelolaan keraton yang bersejarah ini.
Pengusiran tersebut dilakukan oleh kelompok pendukung Pakubuwana XIV Purbaya yang sedang melakukan perubahan di area-situ. Situasi semakin rumit ketika petinggi Lembaga Dewan Adat Keraton berada di luar kota dalam sebuah acara resmi di Kementerian Kebudayaan.
Kejadian di Museum Keraton Surakarta ini menimbulkan kesan mendalam akan pentingnya perlindungan benda cagar budaya. Konflik seperti ini bukan hanya menunjukkan pertikaian internal, tetapi juga mempertanyakan pengelolaan dan visi ke depan untuk situs bersejarah ini.
Kasus Pengusiran Pegawai di Museum Keraton Surakarta
Insiden tersebut bermula ketika beberapa anggota dari SISKS Pakubuwana XIV Purbaya tiba-tiba memasang kamera pengintai (CCTV) di area museum. BRM Suryomulyo Saputro, cucu dari Pakubuwana XIII, menjadi saksi mata dari peristiwa ini.
Menurut Suryo, pemasangan CCTV tersebut dilakukan tanpa koordinasi terlebih dahulu dengan pihak BPK, yang mengelola museum. Hal ini menunjukkan adanya ketegangan antara pengelola dan pihak istana yang merasa berhak mengatur akses dan keamanan di dalam keraton.
Setelah pemasangan CCTV, dua putri dari Pakubuwana XIII, GKR Panembahan Timoer Rumbai dan GKR Devi Lelyana Dewi, memimpin pengusiran terhadap pegawai BPK. Tindakan ini menandakan adanya konflik yang lebih dalam mengenai otoritas dan pengelolaan keraton.
Proses Penggantian Gembok Pintu Keraton
Setelah pegawai BPK diusir, kelompok yang mendukung Pakubuwana XIV Purbaya mengganti gembok-gembok di beberapa pintu museum dan kawasan keraton menggunakan gerinda. Suryo mengungkapkan keprihatinannya akan kemungkinan kerusakan pada pintu-pintu yang berstatus cagar budaya akibat tindakan ini.
Gembok-gembok baru dipasang di pintu Kori Kamandungan dan pintu-pintu lainnya, termasuk pintu masuk ke kantor dan perpustakaan. Kori Kamandungan menjadi salah satu titik fokus dari perubahan yang dilakukan oleh kelompok ini, yang dianggap sebagai pintu utama menuju kompleks Kedhaton.
Penggantian gembok ini tentu menjadikan keraguan mengenai siapa yang seharusnya memiliki hak penuh atas pengelolaan area dalam keraton. Mempertahankan integritas bangunan bersejarah merupakan tanggung jawab semua pihak yang berkepentingan.
Pernyataan dari SISKS Pakubuwana XIV Purbaya
KPA Singonagoro, juru bicara SISKS Pakubuwana XIV Purbaya, membenarkan tindakan penggantian gembok tetapi membantah adanya pengusiran. Menurutnya, perbaikan yang dilakukan sangat diperlukan untuk kelancaran fungsi lembaga yang baru dibentuk.
Singonagoro menegaskan bahwa tindakan mereka bertujuan untuk memastikan bahwa kabinet dari SISKS Pakubuwana XIV Purbaya dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Klaim bahwa mereka hanya ingin memperbaiki keamanan menjadi bagian dari narasi yang dibangun untuk menyangkal pengusiran pegawai.
Namun, pernyataan tersebut tidak serta merta meredam keresahan yang muncul. Keberadaan pegawai BPK yang diusir menimbulkan tanda tanya besar akan legitimasi tindakan mereka.
Implikasi Terhadap Perlindungan Benda Cagar Budaya
Peristiwa ini mencerminkan tantangan serius dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya yang berharga. Museum Keraton Surakarta, sebagai tempat yang menyimpan sejarah panjang, seharusnya mendapat perlakuan yang lebih baik baik dari sisi pengelolaan maupun perawatan.
Konflik internal seperti ini dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap cara masyarakat dan generasi mendatang melihat pentingnya pelestarian budaya. Penting untuk mendapatkan dukungan dari semua pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat luas, dalam menghindari insiden serupa di masa depan.
Memastikan bahwa benda cagar budaya dirawat dengan baik adalah kewajiban kita bersama, dan situasi seperti ini harus menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar lebih menghargai warisan budaya yang ada.












