Situasi di SDIT Al Izzah, Serang, mengundang perhatian setelah Wali Kota, Budi Rustandi, menghadiri audiensi terkait protes wali murid terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini dipandang tidak sesuai dengan kondisi sekolah yang mayoritas siswanya berasal dari keluarga mampu dan sudah memiliki katering sendiri.
Melalui pertemuan tersebut, Budi menekankan pentingnya mendengarkan aspirasi wali murid agar tidak ada kesalahpahaman. Protes ini muncul karena mereka merasa tidak perlu mengadopsi program yang ditujukan untuk masyarakat yang kurang mampu.
Keberatan wali murid juga didasari oleh prinsip bahwa pendidikan di SDIT harus mencerminkan kebutuhan dan standar yang ada di keluarga mereka. Sebagian besar dari mereka merasa program seperti MBG seharusnya ditujukan untuk sekolah-sekolah yang benar-benar membutuhkan dana tambahan untuk gizi siswa.
Perdebatan terkait Program Makan Bergizi Gratis
Program MBG, yang dicanangkan oleh pemerintahan pusat, memiliki tujuan mulia untuk memperbaiki gizi anak-anak di Indonesia. Namun, dalam konteks SDIT Al Izzah, program ini justru dianggap tidak relevan oleh sebagian wali murid.
Baim Aji, perwakilan wali murid menjelaskan, mereka sudah mengeluarkan biaya pendidikan yang cukup besar dan merasa sudah memiliki sistem katering yang memadai. “Kenapa harus ada MBG? Kami membayar SPP yang cukup tinggi untuk memastikan anak-anak kami mendapatkan makanan yang sesuai,” jelasnya.
Menyusul itu, wali murid lainnya, Hayati Nufus, bahkan menceritakan bagaimana anaknya mempertanyakan keperluan program ini. Menurutnya, anak-anak mereka tidak perlu makanan gratis jika keluarganya sudah mampu secara finansial.
Respons Dinas Pendidikan Kota Serang
Dalam menghadapi polemik ini, Dinas Pendidikan Kota Serang memberikan penjelasan mengenai distribusi program MBG di wilayahnya. Kepala Dinas Pendidikan, Ahmad Nuri, mengatakan bahwa hingga kini baru 300 sekolah yang terlibat dalam program tersebut.
Nuri juga meminta agar masyarakat berfokus pada sekolah-sekolah yang lebih membutuhkan bantuan gizi. “Kami berharap agar sekolah yang belum tersentuh program ini bisa segera merasakannya,” ujar Nuri.
Dia menyebutkan bahwa terdapat banyak masukan dari masyarakat agar pemerintah daerah dapat lebih memperhatikan sekolah-sekolah yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan gizi siswa.
Keamanan Pangan dan Kualitas Gizi di Sekolah
Keamanan pangan menjadi salah satu topik penting yang dibahas dalam pertemuan tersebut. Dinas Pendidikan berupaya memastikan bahwa semua penyedia makanan telah memenuhi sertifikasi yang diperlukan untuk menjaga kesehatan siswa.
Nuri menekankan pentingnya sertifikasi Laik Higiene Sanitasi (SLHS) dan sertifikasi halal bagi penyedia makanan. Namun, dia juga mengakui belum semua syarat tersebut dipenuhi di wilayahnya.
Untuk meningkatkan kesadaran, dia menambahkan, para guru diberi tanggung jawab untuk mencicipi makanan yang disajikan dalam program MBG sebelum diberikan kepada siswa. Ini dilakukan sebagai langkah pencegahan terhadap keracunan makanan.
Audiensi Selanjutnya dan Langkah Ke Depan
Wali murid yang menghadiri audiensi menyampaikan bahwa setelah pertemuan ini, mereka berencana melanjutkan diskusi untuk mencapai kesepakatan yang lebih baik. Mereka ingin memastikan bahwa suara wali murid didengarkan dan bahwa keputusan yang diambil mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan masing-masing siswa.
Audiensi selanjutnya diharapkan dapat menjembatani kedua pihak, antara wali murid yang menginginkan kualitas makanan sesuai kapasitas mereka dan pihak pemkot yang ingin memastikan program ini dapat berjalan dengan baik.
Harapan yang terpenting adalah agar program MBG dapat berfungsi dengan baik di sekolah-sekolah yang membutuhkan dan memberikan manfaat maksimal bagi siswa-siswa yang memang berhak atas bantuan ini.












