Aktivitas Gunung Semeru di perbatasan Kabupaten Lumajang dan Malang, Jawa Timur, terus memicu perhatian masyarakat. Dengan ketinggian mencapai 3.676 meter di atas permukaan laut, gunung ini menunjukkan sejumlah kejadian yang perlu dicermati oleh pihak berwenang dan warga sekitar.
Sejak Minggu (14/12), gunung yang aktif ini mengalami 83 kali gempa letusan dalam kurun waktu yang relatif singkat. Keberadaan gempa tersebut jelas menunjukkan bahwa keberlanjutan aktivitas vulkanik di Semeru masih dalam fase yang perlu diperhatikan.
“Dalam periode pengamatan enam jam terakhir, dari pukul 06.00 hingga 12.00 WIB, tercatat 40 kali gempa letusan/erupsi dengan amplitudo berkisar antara 10 hingga 22 mm,” ujar Mukdas Sofian, petugas Pos Pengamatan Gunung Semeru. Ini menunjukkan betapa dinamisnya aktivitas gunung tersebut.
Frekuensi Gempa Letusan dan Dampaknya Bagi Penduduk Sekitar
Selain gempa letusan, Gunung Semeru juga mencatat tiga kali gempa embusan, menggambarkan bahwa tekanan vulkanik di dalam gunung ini masih cukup tinggi. Gempa embusan ini memiliki amplitudo 4 hingga 8 mm, yang menambah kompleksitas situasi di sekitar gunung.
“Di luar itu, kami juga mendeteksi dua kali gempa tektonik jauh dengan amplitudo 15 mm,” tambah Mukdas. Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya aktivitas di dalam gunung yang signifikan, tetapi juga pengaruh dari aktivitas geologi di sekitarnya.
Untuk pengamatan visual, kondisi Gunung Semeru tertutup kabut pada saat itu, dengan asap dari kawah tidak dapat teramati. Cuaca bervariasi antara cerah hingga mendung, sementara arah angin dikenal lemah menuju utara dan timur laut.
Status Kehati-hatian dan Rekomendasi dari PVMBG
Melihat kondisi terkini, status Gunung Semeru masih berada pada Level III atau siaga. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) pun mengeluarkan sejumlah rekomendasi kritis bagi masyarakat yang tinggal di sekitar gunung.
Di sektor tenggara sepanjang Besuk Kobokan, masyarakat dilarang beraktivitas dalam radius 13 km dari puncak gunung. Rekomendasi ini tentu penting untuk menghindari potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh aktivitas vulkanik yang tidak terduga.
“Di luar jarak tersebut, warga juga dilarang beraktivitas dalam radius 500 meter dari tepi sungai di sepanjang Besuk Kobokan,” lanjutnya. Ini karena adanya risiko perluasan awan panas dan aliran lahar yang dapat mencapai jarak 17 km dari puncak.
Patah Hati, Kesadaran dan Tindakan Masyarakat
Masyarakat juga diingatkan untuk tidak beraktivitas dalam radius 5 km dari kawah atau puncak Gunung Semeru. Ini krusial mengingat potensi bahaya lontaran batu pijar yang mungkin terjadi saat erupsi.
Tak hanya itu, warga diminta untuk mewaspadai bahaya awan panas guguran (APG), guguran lava, dan lahar sepanjang aliran sungai yang berhulu di puncak. Ini termasuk berbagai sungai kecil yang merupakan anak sungai dari Besuk Kobokan.
Menjaga komunikasi antara masyarakat dan pihak berwenang adalah kunci dalam menghadapi situasi ini. Kesadaran akan potensi bahaya dan kepatuhan pada rekomendasi akan sangat menentukan keselamatan mereka.
Kesimpulan dan Harapan untuk Keamanan Bersama
Secara keseluruhan, aktivitas Gunung Semeru menunjukkan dinamika yang signifikan dan memerlukan perhatian lebih dari masyarakat sekitar dan pemerintah. Kewaspadaan akan dampak yang bisa ditimbulkan sangatlah penting.
Dengan adanya rekomendasi dari PVMBG, diharapkan masyarakat dapat menjaga keselamatan mereka dan menjauh dari potensi risiko yang ada. Semua pihak harus bekerja sama untuk mengatasi tantangan ini.
Hari-hari ke depan akan sangat menentukan, dan harapan agar situasi kembali stabil menjadi kunci utama bagi semua orang yang hidup di sekitar kawasan berisiko ini.












