Empat siswa dari SMPN 1 Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mengalami dugaan keracunan setelah mengonsumsi menu Makan Bergizi Gratis (MBG). Di antara mereka, tiga siswa telah diperbolehkan pulang, sementara satu siswa masih mendapatkan perawatan di Puskesmas Jonggol.
Camat Jonggol, Andri Rahmat, menyatakan bahwa mereka bersama petugas Muspika, Polsek, Danramil, dan Dinas Kesehatan melakukan penyelidikan langsung ke lokasi kejadian. Investigasi ini bertujuan untuk memastikan penyebab pasti dari insiden tersebut dan memberikan perlindungan bagi siswa lainnya.
“Kami memeriksa semua anak yang mengonsumsi menu MBG hari ini, dan semuanya dalam kondisi aman,” terang Andri di Jonggol. Namun, ia menegaskan bahwa dugaan keracunan belum dapat dibuktikan secara definitif, karena gejala yang muncul tidak langsung terlihat sesaat setelah konsumsi makanan.
Mekanisme Penanganan Kasus Dugaan Keracunan Makanan di Sekolah
Andri menjelaskan bahwa dalam kasus keracunan makanan, biasanya terdapat masa inkubasi antara dua hingga delapan jam. Apabila benar terjadi keracunan, laporan gejala tambahan biasanya akan muncul hingga tengah malam. Namun, pada kenyataannya, tidak ada laporan tambahan, dan tiga siswa sudah diperbolehkan pulang.
Gejala yang dikeluhkan oleh siswa-siswa tersebut termasuk mual, muntah, dan pusing. Namun, hasil pemeriksaan awal menunjukkan bahwa tiga siswa memiliki riwayat kesehatan yang berbeda, sementara satu siswa diduga terindikasi mengalami tifus, hal ini menambah kompleksitas situasi yang dihadapi.
Melihat situasi ini, Andri pun mencermati bahwa pihaknya perlu mempertimbangkan semua kemungkinan penyebab munculnya gejala-gejala tersebut. “Orang tua menyampaikan ada siswa yang sebelumnya sudah dalam kondisi tidak fit, atau kelelahan setelah menempuh perjalanan jauh,” ungkapnya.
Pentingnya Pengujian Laboratorium untuk Menentukan Penyebab Keracunan
Untuk memastikan kualitas makanan yang dikonsumsi, sampel dari makanan yang disantap oleh siswa telah dibawa ke laboratorium yang dikelola oleh Pemkab Bogor. Hasil dari pengujian tersebut sangat penting untuk menentukan apakah terdapat kandungan berbahaya dalam makanan yang disediakan selama makan bergizi gratis ini.
Pada hari kejadian yang dilaporkan, menu yang disajikan terdiri dari nasi, telur balado, dan capcay. Menu untuk hari berikutnya terdiri dari nasi dengan lauk ikan berbumbu, menunjukkan adanya upaya untuk memberikan variasi dalam sajian makanan.
Ahli gizi yang turut terlibat dalam pemeriksaan juga memberikan keterangan terkait bahan makanan. Ia menjelaskan bahwa kuah capcay yang dianggap mengandung lendir sebenarnya hanya kuah kental alami dari sayuran. “Mekanisme dapur telah sesuai standar, mulai dari proses merebus sayuran hingga pembuatan kuah terpisah,” jelasnya.
Langkah-Langkah Preventif untuk Menghindari Insiden Serupa di Masa Depan
Meskipun hasil penyelidikan awal belum memberikan kepastian terkait dugaan keracunan, Andri tetap menekankan pentingnya menjaga higienitas dalam pengelolaan dapur MBG. Hal ini mencakup pemilihan bahan, penggunaan peralatan yang bersih, serta cara pengolahan makanan yang patuh pada standar kesehatan.
Andri menyampaikan bahwa langkah-langkah ini merupakan bentuk antisipasi untuk mencegah terulangnya insiden serupa di masa mendatang, khususnya mengingat makanan ini dipersiapkan untuk ribuan siswa. Ia menegaskan, “Kesehatan siswa adalah prioritas utama yang harus dijaga dengan segala cara.”
Pihak Muspika berharap agar semua pihak yang terlibat—terutama pengelola dapur—bisa memberikan perhatian serius terhadap aspek kesehatan dan kebersihan. Kesiapan dan tindakan cepat sangat diperlukan untuk mitigasi masalah kesehatan di lingkungan sekolah.












