Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengungkapkan bahwa dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR, ada beberapa hal penting yang dibahas terkait Revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 mengenai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ia menegaskan bahwa banyak masukan konstruktif yang diterima dari berbagai fraksi di DPR untuk perbaikan dan penguatan BUMN.
“Kami mendapatkan banyak masukan dari fraksi-fraksi yang ada, dan setiap masukan itu sangat berharga,” ujar Prasetyo. Proses ini menunjukkan adanya kolaborasi yang kuat antara pemerintah dan legislatif dalam mendorong reformasi BUMN demi kepentingan umum.
Dalam pandangannya, diskusi yang produktif ini berfokus pada berbagai aspek, termasuk masalah rangkap jabatan dan tata kelola BUMN. Prasetyo berharap hal ini dapat membantu mendorong transparansi dan akuntabilitas di sektor publik.
Meski banyak tantangan yang dihadapi, tujuan dari revisi undang-undang ini adalah untuk meningkatkan kinerja BUMN agar lebih profesional. Selain itu, harapannya adalah agar BUMN dapat memenuhi standar corporate governance yang baik.
Poin-Poin Penting dalam RUU BUMN yang Direvisi
Beberapa poin kunci yang menjadi sorotan dalam revisi RUU BUMN adalah masalah rangkap jabatan. Ini adalah isu yang sering dicatat oleh para pengamat dan peneliti dalam kajian tentang efektivitas BUMN. Penegasan bahwa BUMN harus dikelola oleh para profesional yang berkompeten menjadi sangat relevan dalam konteks ini.
Rangkap jabatan sering kali menjadi penghalang bagi kinerja optimal perusahaan. Dalam banyak kasus, individu yang menduduki lebih dari satu jabatan tidak selalu dapat memberikan perhatian penuh pada masing-masing tanggung jawabnya, dan ini mengarah pada konflik kepentingan.
Penyelenggaraan BUMN sebagai penyelenggara negara juga menjadi topik yang dibahas secara mendalam. Hal ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil dapat meningkatkan peran BUMN dalam ekonomi nasional.
Prasetyo menambahkan bahwa masukan dari fraksi di DPR juga mencakup upaya untuk meningkatkan sinergi antara BUMN dengan lembaga negara lainnya. Dengan kolaborasi semacam ini, diharapkan akan ada dampak positif terhadap pengembangan infrastruktur dan pelayanan publik.
Untuk mendorong keterbukaan di dalam pengelolaan BUMN, Prasetyo berharap agar kementerian dapat melakukan kerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kerjasama ini menjadi langkah strategis untuk memastikan bahwa BUMN menjalankan tugas dan tanggung jawabnya tanpa melanggar regulasi yang ada.
Pentingnya Corporate Governance dalam BUMN
Corporate governance yang baik adalah pondasi yang harus dibangun dalam pengelolaan BUMN. Hal ini tidak hanya mencakup transparansi, tetapi juga akuntabilitas dan responsibilitas terhadap publik. Prasetyo menegaskan bahwa revisi ini bertujuan untuk mengarah kepada praktik-praktik tersebut.
Dengan penerapan corporate governance yang baik, BUMN diharapkan tidak hanya dapat meningkatkan performanya, tetapi juga dapat berkontribusi lebih besar terhadap pembangunan ekonomi. Insitusi-institusi ini berperan penting dalam menyediakan layanan dasar kepada masyarakat.
Prasetyo juga mengingatkan agar semua pihak memahami bahwa keberhasilan BUMN bergantung pada kolaborasi yang erat antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya. Oleh karena itu, penting untuk melibatkan semua pihak dalam proses ini.
Pembangunan BUMN yang berkelanjutan memerlukan dukungan dari berbagai elemen, termasuk saran dari akademisi dan praktisi industri. Hal ini akan membantu menciptakan kebijakan yang lebih realistis dan efektif.
Kedepannya, Prasetyo berharap agar revisi RUU ini dapat meningkatkan daya saing BUMN di kancah internasional. Dengan cara ini, diharapkan BUMN bisa menempatkan diri sebagai pemain utama dalam sektor-sektor strategis.
Menjadi Saksi Perubahan dalam Pengelolaan BUMN
Proses revisi ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk melihat bagaimana BUMN dapat bertransformasi menjadi entitas yang lebih efisien dan bertanggung jawab. Pendidikan dan sosialisasi tentang pentingnya corporate governance juga perlu dilakukan secara masif.
Perubahan tidak hanya terletak pada regulasi, tetapi juga pada mindset dan budaya organisasi di dalam BUMN. Prasetyo menekankan perlunya perubahan sikap, agar semua pihak memahami pentingnya transparansi dan akuntabilitas.
Dengan adanya revisi RUU BUMN, diharapkan dapat tercipta mekanisme kontrol yang lebih baik. Hal ini tentu akan memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa BUMN dikelola dengan baik dan sesuai dengan kepentingan publik.
Seiring dengan perubahan tersebut, masyarakat juga diharapkan untuk berperan aktif dalam memberikan masukan dan pengawasan. Peran serta publik sangat penting untuk memastikan bahwa program-program BUMN benar-benar dapat dirasakan dampaknya.
Prasetyo menutup pembicaraan dengan harapan besar bahwa revisi ini tidak hanya sekadar perubahan regulasi, tetapi juga adalah langkah menuju sebuah paradigma baru dalam pengelolaan BUMN yang lebih profesional dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.












