Puluhan siswa dari SMPN 1 Cisarua, Jawa Barat, mengalami gejala yang mengkhawatirkan seperti mual, pusing, dan muntah, yang diduga akibat keracunan setelah mengonsumsi menu dalam program Makanan Bergizi Gratis (MBG) pada hari Selasa, 14 Oktober. Dalam insiden ini, sebagian besar siswa langsung mendapatkan penanganan medis di posko sekolah dan puskesmas terdekat, menunjukkan urgensi dari situasi tersebut.
Seorang siswa kelas IX dengan inisial DO (15) berbagi cerita tentang apa yang ia rasakan setelah makan siang. Dia melaporkan, “Saya merasa mual, pusing, dan sesak,” saat ditemui di posko recovery sekolah. Kejadian ini tampaknya menciptakan rasa cemas bagi siswa dan orang tua di sekitar.
DO mengungkapkan bahwa menu yang ia santap terdiri dari tahu, melon, ayam kecap, dan sayur, namun dia menduga bahwa ada yang tidak beres dengan ayam yang disajikan. “Ayamnya bau tidak enak, saya bahkan muntah dua kali setelah makan,” ungkapnya, menyiratkan sisi penting dalam keamanan pangan di sekolah.
Kekhawatiran Terkait Keamanan Program Makanan Bergizi
Kekhawatiran dalam kasus ini tidak hanya berasal dari siswa, tetapi juga orang tua yang sangat peduli akan kesehatan anak-anak mereka. Kakak DO menyatakan bahwa mereka meminta agar program makanan gratis tersebut dihentikan sementara sampai penyebab keracunan jelas. “Mending biarkan mereka makan makanan yang lebih aman,” ujarnya.
Keamanan pangan di sekolah seharusnya menjadi prioritas utama, dan kasus ini menjadi pengingat pentingnya pemeriksaan kualitas makanan yang disajikan kepada siswa. Permintaan untuk menghentikan program ini sampai ada kejelasan menunjukkan kepedulian yang mendalam dari masyarakat setempat terhadap kesehatan siswa.
Herman, Pelaksana Harian Camat Cisarua, membenarkan adanya laporan tersebut yang diterima pada pukul 11.00 WIB. Ia mengungkapkan, “Kami berkoordinasi dengan pihak sekolah setelah menerima laporan ini, dan memang benar bahwa sejumlah siswa mengalami gejala setelah mengonsumsi makanan MBG di sekolah.” Ini menunjukkan adanya langkah cepat dari pihak berwenang untuk menangani situasi ini.
Koordinasi dan Tindakan Terhadap Kasus Keracunan
Herman juga menyampaikan bahwa Bupati Bandung Barat telah memberikan instruksi kepada jajaran kecamatan untuk memastikan fasilitas kesehatan siap menampung siswa yang terdampak dan melakukan pemantauan di lapangan. Mereka berupaya untuk kooperatif dalam menangani situasi yang mencekam ini.
Melalui kerjasama dengan pihak sekolah dan jaringan penyedia makanan, mereka berusaha menelusuri kemungkinan kejadian serupa di sekolah-sekolah lain. “Alhamdulillah, sampai sore ini belum ada laporan tambahan,” kata Herman, memberi sedikit harapan di tengah situasi yang menegangkan.
Program MBG ini diketahui menjangkau sembilan sekolah di wilayah Cisarua, meskipun hanya SMPN 1 Cisarua yang melaporkan kasus keracunan hingga saat ini. Hal ini menunjukkan perlu adanya perhatian lebih dalam pelaksanaan program guna menjaga keamanan anak-anak di sekolah.
Proses Penanganan Korban Keracunan
Data yang diperoleh mencatat bahwa hingga sore 14 Oktober, terdapat 115 siswa yang terdampak dari kejadian tersebut. Dari jumlah tersebut, 11 siswa dirawat di posko sekolah, sementara 56 lainnya dirujuk ke Puskesmas Cisarua, RSUD Lembang, dan RS Cibabat untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif.
Dari total 115 siswa yang terdata, 48 di antaranya telah diperbolehkan pulang setelah mendapatkan penanganan medis. Situasi di posko SMP 1 Cisarua semakin mendesak, dengan ruangan kelas diubah menjadi Unit Gawat Darurat untuk memberikan penanganan sementara para korban.
Siswa yang datang ke posko diharuskan mendapatkan tindakan medis yang cepat, termasuk pemasangan infus bagi mereka yang membutuhkan. Hal ini menggambarkan betapa kritisnya penanganan yang dilakukan oleh pihak sekolah dan tim medis yang terlibat dalam situasi ini.












